Oleh: Muhamad Zen
CyberNews Pilkada Pangkalpinang 2024 mencatatkan sebuah peristiwa yang layak masuk buku sejarah lokal dan mungkin juga jadi bahan obrolan seru di warung kopi selama bertahun-tahun. Untuk pertama kalinya, masyarakat dengan sadar dan solid menolak satu-satunya pasangan calon yang diusung kompak oleh seluruh partai politik. Mereka memilih kotak kosong. Bukan karena mereka apatis, tapi karena mereka sadar bahwa dipaksa memilih tanpa pilihan itu bukan demokrasi, itu jebakan batman.
Sayangnya, sinyal kuat dari rakyat ini tampaknya tidak diterima dengan baik oleh para penumpang tetap kursi kekuasaan. Bukannya malu atau sekadar menunduk sejenak untuk introspeksi, beberapa malah kembali muncul dengan wajah segar dan baliho lebih segar. Spanduk-spanduk manis mulai bermunculan: โMelayani dengan hati,โ katanya. Padahal rakyat belum lupa siapa yang dulu memilih tidak mendengarkan jeritan hati itu.
Yang lebih memusingkan, kekalahan paslon tunggal justru diperlakukan seperti peluang dagang baru. Politik kita, rupanya, bukan soal kalah dan menang demi rakyat, tapi soal siapa yang masih bisa bernegosiasi. Mesin-mesin partai mulai hangat kembali, bukan untuk memperbaiki arah, tapi untuk menghitung ulang nilai tiket menuju Pilkada 2025. Dalam konfigurasi semacam ini, yang diuntungkan tentu bukan rakyat, melainkan mereka yang memegang kunci kendaraan politikโlengkap dengan tarif dan aturan mainnya.
Namun begitu, tidak semua kabar datang dari dapur kekuasaan. Di lapisan bawah, mulai tumbuh harapan baru. Muncul sosok alternatif dari jalur independen. Mereka bukan hasil musyawarah elite, melainkan buah dari fotokopi KTP dan tanda tangan warga yang rela menyumbangkan sedikit identitasnya demi perubahan. Bukan wacana, tapi nyata. Bukan basa-basi, tapi bukti partisipasi.
Tentu saja, calon independen bukan jaminan sukses, seperti juga partai bukan sinonim dari kegagalan. Tapi setidaknya, ini memberi pilihan. Memberi ruang bagi rakyat untuk kembali percaya bahwa mereka punya andil, bukan sekadar penonton.
Pertanyaannya sekarang sederhana saja: akankah kita kembali pada irama lama yang nadanya sudah sumbang di telinga rakyat? Atau kita mulai membuka ruang baru, memberi panggung pada mereka yang lahir dari aspirasi, bukan sekadar hasil kalkulasi?
Pilkada ulang nanti bukan sekadar ulangan, tapi ujian lanjutan bagi kita semua. Jika sebelumnya rakyat sudah berani berkata โtidak,โ maka kini saatnya berkata โini yang kami mau.โ Bukan karena disuruh, bukan karena disuguhi baliho raksasa atau jargon kosong, tapi karena lahir dari kesadaran bersama: kota ini hanya akan berubah kalau kita sendiri yang bergerak.
Dan kalau boleh sedikit berandai-andai: mungkin, yang kita butuhkan bukan lebih banyak politisi, tapi lebih banyak rasa malu. Sayangnya, itu kini jadi barang langkaโlebih langka dari janji kampanye yang ditepati.
Tentang Penulis:
Muhamad Zen adalah wartawan yang lebih sering nongkrong di warung kopi ketimbang duduk manis di ruang redaksi. Alumni Universitas Gunung Maras, Fakultas Ilmu Politik Perkeliruanโkarena katanya, yang keliru sering kali lebih jujur daripada yang kelihatan lurus tapi menabrak akal sehat.
Zen menulis bukan untuk menyenangkan semua pihak, tapi untuk mengingatkan bahwa kebenaran kadang datang dengan gaya sarkas dan sedikit tawa. Tulisannya mungkin membuat beberapa pejabat gelisah, tapi herannyaโmereka tetap membacanya. Diam-diam, tentu saja.
Baginya, politik lokal sering terlalu serius tapi minim isi. Maka, kalau data tak cukup untuk membangunkan rakyat, mungkin tawa bisa. Tawa yang membebaskan, bukan menertawakan. Dan kalau tulisan ini membuat Anda tersinggungโbisa jadi, Anda sedang membaca cermin.
Catatan Redaksi :
โโโโโโโโโโโโ
Isi narasi opini ini di luar tanggung jawab Redaksi, apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan atau keberatan dalam penyajian artikel, opini atau pun pemberitaan tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan atau berita berisi sanggahan atau koreksi kepada redaksi media kami, sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (11) dan ayat (12) undang-undang No 40 tahun 1999 tentang Pers.
Berita Sanggahan dan atau opini tersebut dapat dikirimkan ke redaksi media kami melalui email atau nomor whatsapp seperti yang tertera di box Redaksi.