Oleh Muhamad Zen
CyberNews Demokrasi kita akhir-akhir ini seperti ikut audisi ajang pencarian bakat. Bukan lagi soal siapa yang punya gagasan terbaik, tapi siapa yang paling luwes di depan kamera, paling manis tersenyum di baliho, dan paling kreatif bikin jargon. Di Kota Pangkalpinang, panggung Pilkada ulang 2025 mulai memanas dan suasananya lebih mirip festival daripada kontestasi serius.
Baliho muncul di mana-mana, dari sudut pasar sampai pusat kota. Muncul sosok-sosok baru: artis ibukota yang mendadak religius, pengusaha yang katanya sukses, hingga pejabat pusat yang sebentar lagi pensiun dan tiba-tiba “dipanggil rakyat”. Bahkan ada pensiunan jenderal yang pulang kampung, serta mantan calon dari kabupaten sebelah yang mencoba peruntungan di sini. Semua ingin jadi bintang utama. Rupanya, magnet Pangkalpinang cukup kuat untuk menarik siapa saja yang merasa dirinya eligible jadi pemimpin.
Kontras dengan Pilkada 2024 lalu, saat kita cuma disuguhi satu pasangan calon melawan kotak kosong. Pilihannya sangat terbatas, seperti masuk warung tapi cuma ada satu menuโdan menunya pun sudah basi. Untungnya, masyarakat Pangkalpinang cerdas. Mereka memilih kotak kosong, menolak dipaksa menyukai yang tak disukai. Sebuah pesan kuat dari rakyat, bahwa demokrasi bukan sekadar formalitas.
Kini, Pilkada ulang 2025 menjadi bukti bahwa Pangkalpinang sebenarnya tidak kekurangan stok tokoh. Yang dulu diam, kini ramai-ramai tampil. Tapi di tengah gegap gempita nama-nama baru, ada satu sosok yang justru absen yaitu Maulan Aklil alias Bang Molen.
Mantan Wali Kota ini seolah menghilang sejak kekalahannya melawan kotak kosong. Tak ada pidato perpisahan, tak ada permintaan maaf, dan belum terdengar ucapan selamat atas kemenangan demokrasi dalam bentuk kotak kosong. Seolah-olah, setelah lampu panggung padam, beliau langsung masuk ke dalam gua sunyi. Atau mungkin sedang menyusun strategi comeback yang mengejutkan?
Publik pun dibuat penasaran. Akankah Bang Molen turun gunung di menit-menit terakhir? Jika iya, partai mana yang akan ia jadikan kereta? Apakah ia kembali dengan gerbong lama yang dulu mengantarnya ke kursi wali kota? Atau justru tampil dengan kendaraan baru yang lebih segar dan menjanjikan?
Suasana politik di warung kopi hingga grup WhatsApp warga mulai menghangat:
โKalau Bang Molen maju lagi, seru nih. Biar rame kayak liga, bukan jalan santai,โ kata Pak Udin, sopir angkot yang sering ngetem di terminal depan Ramayana.
โJangan-jangan die nunggu injury time. Biase lah , gaya politisi sekarang ne, kan suka drama ending,โ celetuk Ibu Yeni, pedagang gorengan di Pasar Pagi.
Dari kalangan aktivis muda juga tak kalah kritis:
โKalau Bang Molen nggak maju, kesannya dia cuma berani waktu nggak ada lawan. Pilkada ulang ini kesempatan untuk unjuk keberanian dan klarifikasi moral politik,โ ujar salah satu aktivis mahasiswa Universitas Bangka Belitung.
Bahkan dari kubu simpatisan terdengar suara seperti:
โKami sih siap pasang badan kalau Bang Molen maju lagi. Yang penting beliau muncul dulu, jangan diam terus. Rakyat nunggu,โ kata salah satu mantan relawan yang sempat kecewa karena kalah Pilkada 2024 kemarin.
Yang menarik, Pilkada ulang ini sejatinya juga โjasaโ Bang Molen. Tanpa manuver politiknya yang memborong semua partai hingga hanya ada satu pasangan calon, tidak akan lahir kotak kosong sebagai lawan tunggal. Dan karena kotak kosong menang, maka Pilkada ulang pun terjadi. Ironis, tapi nyata.
Itulah mengapa, jika Bang Molen tak ikut bertarung tahun ini, rasanya panggung Pilkada ulang akan kehilangan salah satu daya tarik utamanya. Banyak warga berharap beliau maju, bukan semata untuk menang, tapi untuk memberi warna. Suka tidak suka, Bang Molen telah menjadi bagian penting dari dinamika politik kota ini. Ia tokoh dengan cerita, sejarah, dan tentu saja senyuman khas yang dulu sempat jadi branding kota ini: Kota Beribu Senyuman.
Jadi, kita tunggu saja. Akankah Bang Molen keluar dari โgua politikโ-nya, membawa kejutan besar di detik-detik terakhir? Atau akan tetap diam, membiarkan panggung ini dimainkan tanpa dirinya? Satu hal yang pasti: Pangkalpinang sedang bersiap menuju babak baru, dan publik ingin tahuโsiapa saja aktor utama di panggungnya kali ini.
Tentang Penulis:
Muhamad Zen adalah warga Pangkalpinang yang hobinya ngopi tapi kebablasan jadi suka nulis. Tulisannya kadang bikin orang berpikir, kadang bikin orang kesel, tergantung kadar kafein dan siapa yang baca. Ia mengaku sebagai lulusan pertama (dan mungkin satu-satunya) dari Universitas Gunung Maras, Fakultas Ilmu Politik Perkeliruanโjurusan yang katanya tidak resmi tapi sangat relevan dengan keadaan politik kita. Lebih nyaman disebut keliru daripada lurus tapi tersesat di jalan yang terang. Kalau tidak sedang menulis, biasanya dia sedang menyeruput kopi sambil berpura-pura sibuk membaca situasi politik.